Selasa, 10 April 2018

PENGERTIAN NIAT

KESIMPULAN TEAM MUSYAWWIRIN DHF
PENGERTIAN INNAMAL A'MALU BINNIAT
===========≠====

✅PERTANYAAN
Assalamualaikum
- Apa arti niat?
-Macam2 niat.
-Syarat2 niat.
Silahkan lurr . Bahas niat sampai ke akar2 nya

✅JAWABAN

Waalaikum salam
Secara bahasa (Arab),
⏩niat ( ﻧﻴﺔ ) adalah keinginan dalam hati untuk melakukan suatu tindakan. Orang Arab menggunakan kata-kata niat dalam arti "sengaja".
Terkadang niat juga digunakan dalam pengertian sesuatu yang dimaksudkan atau disengajakan.
Secara istilah, tidak terdapat definisi khusus untuk niat. Karena itu,
⏩ banyak ulama yang memberikan makna niat secara bahasa, semisal Imam Nawawi yang mengatakan niat adalah bermaksud untuk melakukan sesuatu dan bertekad bulat untuk mengerjakannya.”

ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻷ ﻋﻤﺎﻝ ﺑﺎﻟﻨﻴﺎﺕ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻟﻜﻞ ﺍﻣﺮﺉ ﻣﺎ ﻧﻮﻯ

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan" (HR Bukhari & Muslim).

⏩Mengaplikasikan niat dalam melakukan suatu amal ibadah agar amal yang dilakukan tidak sia-sia, hal ini sangat penting karena...
⏩makna niat sebenarnya tidak hanya sebatas bermaksud untuk melakukan suatu amal saja, melainkan amal tersebut harus bersandar dengan ketentuan yang sudah digariskan Islam.

◼Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan

ﺃﻥّ ﺍﻟﻨﻴّﺔَ ﺗَﺮْﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺧْﻼﺹِ، ﻭﻫﻮ ﻭﺍﺣﺪٌ ﻟﻠﻮﺍﺣﺪِ ﺍﻟﺬﻱ ﻻﺷﺮﻳﻚَ ﻟﻪ

“Sesungguhnya niat itu kembali pada ikhlas, dan ikhlas adalah satu untuk Yang Satu tiada sekutu bagi-Nya.”
Imam Baidlawi berpendaapat

ﺍﻹﺭﺍﺩﺓُ ﺍﻟﻤُﺘﻮﺟِّﻬﺔُ ﻧﺤﻮَ ﺍﻟﻔﻌﻞِ ﻻﺑْﺘﻐﺎﺀِ ﺭﺿﺎﺀِ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻣْﺘﺜﺎﻝِ ﺣﻜﻤِﻪ

“Maksud yang terarah dalam melaksanakan suatu amal ibadah hanya mencari Keridhaan Allah dan dalam pelaksanaannya mentaati hukum-Nya.”

ℹ Pertama :

▶Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian”
yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu.

▶Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas.

➡Untuk membedakan antara dua pengertian ini dapat diketahui dari susunan kalimatnya.

🔵CONTOH

🔄kalimat pada firman Allah :
“Innamaa anta mundzirun”
(Engkau)
(Muhammad )hanyalah seorang penyampai ancaman).
(QS. Ar-Ra’d : 7)

🔄Kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa tugas Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanyalah menyampaikan ancaman dari Allah, tidak mempunyai tugas-tugas lain. Padahal sebenarnya beliau mempunyai banyak sekali tugas, seperti menyampaikan kabar gembira dan lain sebagainya.

🔄Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal hayatud dunyaa la’ibun walahwun” à “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)

🔁Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akibat atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan dapat menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.

👉 kalimat “Segala amal hanya menurut niatnya” yang dimaksud dengan amal disini adalah semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa menurut agama islam.

👉Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama tentang maksud kalimat tersebut.

👉Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan sempurna apabila ada niat.

ℹKedua :

▶Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya.

▶ Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya

🔵Syarat-Syarat Niat

Jalaluddin al-Suyuthi menentukan 4 syarat niat, yaitu :

a. Islam. Karena itu ibadah orang kafir adalah batal karena tidak memeluk agama Islam.

b. Tamyiz. Karena tamyiz adalah syarat dari niat, maka ibadah orang gila tidak sah.

c. Al-‘Ilm bi al-Manwi. Orang yang tidak mengetahui apa yang ia maksudkan niatnya tidak sah.

d. Al-la ya’ti bi manaf. Bila orang murtad sedang melakukan shalat, puasa atau haji, ibadahnya termasuk batal, karena murtad merusak amal. [Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, Al-Asyba’ wa An Nadhair, hal. 17]

🔵KAIDAH-KAIDAH USHUL FIKIH TENTANG NIAT

Aliran Hanafi menggunakan 2 kaidah asasi yang berkenaan dengan niat, yaitu :

ﻻﺛﻮﺍﺏ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ

Tidak ada pahala bagi pekerjaan yang dilakukan tidak dengan niat.

ﺍﻻﻣﻮﺭ ﺑﻤﻘﺎﺻﺪﻫﺎ
“Segala urusan tergantung pada tujuannya”.
Sedangkan aliran Syafi’i hanya menggunakan satu kaidah asasi dalam membahas niat, yaitu :

ﺍﻻﻣﻮﺭ ﺑﻤﻘﺎﺻﺪﻫﺎ

“Segala urusan tergantung pada tujuannya”.
Niat yang terkandung dalam hati sanubari sesorang sewaktu melakukan amal perbuatan menjadi kriteria yang menentukan nilai dan status amal yang dilakukannya.

📝CATATAN

◼Tempatnya niat menurut kesepakatan para ulama fiqh dan di semua tempat secara wajib adalah di dalam hati, maka secara pasti tidak cukup dan tidak disyaratkan menggunakan lisan.

◼ menurut jumhur ulama, selain golongan Malikiyyah hukumnya adalah disunnahkan mengucapkan niat, untuk membantu hati untuk menghadirkannya, agar pengucapannya bisa menolong untuk berdzikir (mengingat).

◼ Sedang yang lebih utama menurut ulama Malikiyyah adalah tidak melafadzkan niat, karena hal tersebut tidak pernah di nukil dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, demikian juga tidak dinukil dari para imam yg empat.

📚 REFERENSI

ﻋَﻦْ ﺃَﻣِﻴْﺮِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﺃَﺑِﻲْ ﺣَﻔْﺺٍ ﻋُﻤَﺮَ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﺨَﻄَّﺎﺏِ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ . ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﻟِﺪُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴْﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ .
‏[ ﺭﻭﺍﻩ ﺇﻣﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺑﻦ ﺍﻟﻤﻐﻴﺮﺓ ﺑﻦ ﺑﺮﺩﺯﺑﺔ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﺍﺑﻮ ﺍﻟﺤﺴﻴﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﺑﻦ ﺍﻟﺤﺠﺎﺝ ﺑﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﺍﻟﻘﺸﻴﺮﻱ ﺍﻟﻨﻴﺴﺎﺑﻮﺭﻱ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺤﻴﻬﻤﺎ ﺍﻟﻠﺬﻳﻦ ﻫﻤﺎ ﺃﺻﺢ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻤﺼﻨﻔﺔ ‏]
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ : ﻭﺍﻟﻨﻴﺔ ﻻ ﺗﻘﻮﻡ ﻣﻘﺎﻡ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻭﻻ ﺗﺠﺰﻳﻪ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﻊ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻻ ﺗﺘﻘﺪﻡ ﺍﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﻭﻻ ﺗﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪﻩ

Niat itu tidak dapat menggantikan takbir. Niat itu tiada memadai, selain bahwa ada bersama takbir. Ia tidak mendahului takbir dan tidak sesudah .

📑Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu karya Syekh Wahbah Az Zuhailiy :
📑ﺍﻟﻔﻘﻪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻭﺃﺩﻟﺘﻪ – ‏( ﺝ 1 / ﺹ 137 ‏)
ﻣﺤﻞ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺑﺎﺗﻔﺎﻕ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻭﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﻮﺿﻊ : ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺟﻮﺑﺎً، ﻭﻻ ﺗﻜﻔﻲ ﺑﺎﻟﻠﺴﺎﻥ ﻗﻄﻌﺎً، ﻭﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ ﻗﻄﻌﺎً، ﻟﻜﻦ ﻳﺴﻦ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ ﻟﻤﺴﺎﻋﺪﺓ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﺳﺘﺤﻀﺎﺭﻫﺎ، ﻟﻴﻜﻮﻥ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﻋﻮﻧﺎً ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺬﻛﺮ، ﻭﺍﻷﻭﻟﻰ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ : ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﻬﺎ ‏( 2 ‏) ؛ ﻷﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﻨﻘﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﺍﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﺎﻟﻨﻴﺔ، ﻭﻛﺬﺍ ﻟﻢ ﻳﻨﻘﻞ ﻋﻦ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ .

📒Ibnu Najim Al Mishry Al Hanafi di dalam kitab Al Bahrur Roiq juz 3 hal 92-93, Maktabah Syamilah :

📔ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ – ‏( ﺝ 3 / ﺹ 93-92 ‏)
ﻭَﻗَﺪْ ﺍﺧْﺘَﻠَﻒَ ﻛَﻠَﺎﻡُ ﺍﻟْﻤَﺸَﺎﻳِﺦِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﻠَﻔُّﻆِ ﺑِﺎﻟﻠِّﺴَﺎﻥِ ﻓَﺬَﻛَﺮَﻩُ ﻓِﻲ ﻣُﻨْﻴَﺔِ ﺍﻟْﻤُﺼَﻠِّﻲ ﺃَﻧَّﻪُ ﻣُﺴْﺘَﺤَﺐٌّ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﻤُﺨْﺘَﺎﺭُ ﻭَﺻَﺤَّﺤَﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﺠْﺘَﺒَﻰ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻬِﺪَﺍﻳَﺔِ ﻭَﺍﻟْﻜَﺎﻓِﻲ ﻭَﺍﻟﺘَّﺒْﻴِﻴﻦِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺤْﺴُﻦُ ﻟِﺎﺟْﺘِﻤَﺎﻉِ ﻋَﺰِﻳﻤَﺘِﻪِ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟِﺎﺧْﺘِﻴَﺎﺭِ ﻣَﻌْﺰِﻳًّﺎ ﺇﻟَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪِ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ ﺃَﻧَّﻪُ ﺳُﻨَّﺔٌ ﻭَﻫَﻜَﺬَﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤُﺤِﻴﻂِ ﻭَ ﺍﻟْﺒَﺪَﺍﺋِﻊِ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﻨْﻴَﺔِ ﺃَﻧَّﻪُ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﺇﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﻳُﻤْﻜِﻨَﻪُ ﺇﻗَﺎﻣَﺘُﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ ﺇﻟَّﺎ ﺑِﺈِﺟْﺮَﺍﺋِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥِ ﻓَﺤِﻴﻨَﺌِﺬٍ ﻳُﺒَﺎﺡُ ﻭَﻧُﻘِﻞَ ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﻀِﻬِﻢْ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔَ ﺍﻟِﺎﻗْﺘِﺼَﺎﺭُ ﻋَﻠَﻰ ﻧِﻴَّﺔِ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ ، ﻓَﺈِﻥْ ﻋَﺒَّﺮَ ﻋَﻨْﻪُ ﺑِﻠِﺴَﺎﻧِﻪِ ﺟَﺎﺯَ ﻭَﻧُﻘِﻞَ ﻓِﻲ ﺷَﺮْﺡِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻴَﺔِ ﻋَﻦْ ﺑَﻌْﻀِﻬِﻢْ ﺍﻟْﻜَﺮَﺍﻫَﺔُ ﻭَﻇَﺎﻫِﺮُ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﻓَﺘْﺢِ ﺍﻟْﻘَﺪِﻳﺮِ ﺍﺧْﺘِﻴَﺎﺭُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟْﺤُﻔَّﺎﻅِ : ﻟَﻢْ ﻳَﺜْﺒُﺖْ ﻋَﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣِﻦْ ﻃَﺮِﻳﻖٍ ﺻَﺤِﻴﺢٍ ﻭَﻟَﺎ ﺿَﻌِﻴﻒٍ ﺃَﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟِﺎﻓْﺘِﺘَﺎﺡِ ﺃُﺻَﻠِّﻲ ﻛَﺬَﺍ ﻭَﻟَﺎ ﻋَﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﻭَﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴﻦَ ﺑَﻞْ ﺍﻟْﻤَﻨْﻘُﻮﻝُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ } ﻛَﺎﻥَ ﺇﺫَﺍ ﻗَﺎﻡَ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﻛَﺒَّﺮَ { ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ .
ﺍ ﻫـ .
ﻭَﻗَﺪْ ﻳُﻔْﻬَﻢُ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻝِ ﺍﻟْﻤُﺼَﻨِّﻒِ ﻟِﺎﺟْﺘِﻤَﺎﻉِ ﻋَﺰِﻳﻤَﺘِﻪِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﺎ ﻳَﺤْﺴُﻦُ ﻟِﻐَﻴْﺮِ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻘَﺼْﺪِ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻟِﺄَﻥَّ ﺍﻟْﺈِﻧْﺴَﺎﻥَ ﻗَﺪْ ﻳَﻐْﻠِﺐُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺗَﻔَﺮُّﻕُ ﺧَﺎﻃِﺮِﻩِ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺫَﻛَﺮَ ﺑِﻠِﺴَﺎﻧِﻪِ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻮْﻧًﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺟَﻤْﻌِﻪِ ، ﺛُﻢَّ ﺭَﺃَﻳْﺘﻪ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﺠْﻨِﻴﺲِ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﺍﻟﻨِّﻴَّﺔُ ﺑِﺎﻟْﻘَﻠْﺐِ ؛ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﻋَﻤَﻠُﻪُ ﻭَﺍﻟﺘَّﻜَﻠُّﻢُ ﻟَﺎ ﻣُﻌْﺘَﺒَﺮَ ﺑِﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﺍﺧْﺘَﺎﺭَﻩُ ﺍﺧْﺘَﺎﺭَﻩُ ﻟِﺘَﺠْﺘَﻤِﻊَ ﻋَﺰِﻳﻤَﺘُﻪُ .
ﺍ ﻫـ .

📔ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺍﻟﺮﺍﺋﻖ – ‏( ﺝ 3 / ﺹ 93 ‏)
ﻭَﺯَﺍﺩَ ﻓِﻲ ﺷَﺮْﺡِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻴَﺔِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﻢْ ﻳُﻨْﻘَﻞْ ﻋَﻦْ ﺍﻟْﺄَﺋِﻤَّﺔِ ﺍﻟْﺄَﺭْﺑَﻌَﺔِ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻓَﺘَﺤَﺮَّﺭَ ﻣِﻦْ ﻫَﺬَﺍ ﺃَﻧَّﻪُ ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻋِﻨْﺪَ ﻗَﺼْﺪِ ﺟَﻤْﻊِ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﻤَﺔِ ، ﻭَﻗَﺪْ ﺍﺳْﺘَﻔَﺎﺽَ ﻇُﻬُﻮﺭُ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻓِﻲ ﻛَﺜِﻴﺮٍ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﺄَﻋْﺼَﺎﺭِ ﻓِﻲ ﻋَﺎﻣَّﺔِ ﺍﻟْﺄَﻣْﺼَﺎﺭِ ﻓَﻠَﻌَﻞَّ ﺍﻟْﻘَﺎﺋِﻞَ ﺑِﺎﻟﺴُّﻨِّﻴَّﺔِ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺑِﻬَﺎ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻘَﺔَ ﺍﻟْﺤَﺴَﻨَﺔَ ﻟَﺎ ﻃَﺮِﻳﻘَﺔَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺑَﻘِﻲَ ﺍﻟْﻜَﻠَﺎﻡُ ﻓِﻲ ﻛَﻴْﻔِﻴَّﺔِ ﺍﻟﺘَّﻠَﻔُّﻆِ ﺑِﻬَﺎ

Wallohu a'lam..
Diskusihukumfiqh212.blogspot.com

1 komentar: