Senin, 26 Februari 2018

HUKUM.MENJOMBLO SE UMUR HIDUP

KESIMPULAN TEAM DHF
HUKUM MEMBUJANG (JOMBLO) SEUMUR HIDUP
=====================================

assalamualaikum
ust mau nanya bagaimanakah hukum nya jika ad seseorg yg tidak menikah seumur hdup nya?ap itu d perbolehkan?

JAWABAN:

WAALAIKUM SALAM WR WB
Kesimpulan:

Terlebih dahulu kami paparkan MAKNA NIKAH

NIKAH SECRA BAHASA adalah

Berkumpul/mengumpulkan/mengombinasikan.

NIKAH SECARA SYARI'AT

adalah Akad yg menyatukan dua insan dgn lafadz NIKAH/TAZWIJ atau terjemahnya.
kemudian di halalkan nya bersetubuh/jima'

HUKUM NIKAH SEBELUM IJMA' ULAMA adalh nash ayat

فانكحوا ما طاب لكم من النساء
Menikah lah kalian dengan wanita yang baik2 di antara kalian.

Dan nash Hadist

تناكحو تكثروا

Menikah lah kalian dan perbanyak lah keturunan kalian.

HIKMAH NIKAH/TUJUAN NYA

_mengikuti SUNNAH RASUL.
-memperbanyak KETURUNAN.
_LADANG PAHALA (stiap langkah dan ibadah nya dilipat gandakan).
_menjaga pandangan dari yg di haramakan.
_meminimalisir dr perbuatan zina.
_mendapat ketenangan dan kedamaian serta. ketentaraman hidup.
_tidur dan kerjanya bahkan diamnya menjadi ladang pahala.
_ibadah lebih tenang.
_ada teman hidup.
_dll

HUKUM NIKAH SECARA RINCI SEBAGAI BERIKUT.

Hukum menikah sangat tergantung pada keadaan orang yang hendak melakukannya, hukumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Hukum nikah ada 5 (limA)

Sebagaimana di jelaskan oleh
Syaikh Al-'Allaamah Al-Judaari menerangkan hukum menikah dengan beberapa bait syair yang terdapat dalam Kitab Qurratul 'Uyuun

1.WAJIB :
Bagi orang yang telah mampu sedang dan bila ia tidak segera menikah amat di khawatirkan akan berbuat zina.

SUNNAH:
Bagi orang
yang menginginkan sekali punya anak, tetapi ia masih mampu mengendalikan diri dari perbuatan zina, baik ia sudah berminat menikah atau belum walaupun jika menikah nanti ibadah sunnah yang sudah biasa ia lakukan akan sedikit terlantar.

3.MAKRUH :
Bagi orang yang belum berminat punya anak, juga belum pernah menikah sedangkan ia mampu menahan diri dari berbuat zina padahal bila ia menikah amalan ibadah sunnahnya akan terlantar.

4.MUBAH :
Bagi orang yang mampu menahan gejolak nafsunya dari berbuat zina, sementara ia belum berminat memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.

5.HARAM :
Bagi orang yang apabila ia menikah justru akan merugikan istrinya karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan bathin atau jika menikah ia akan cari mata pencaharian yang di haramkan Allah SWT walaupun orang tersebut sudah berminat menikah dan mampu menahan gejolak nafsunya dari berbagai zina. Hukum menikah tersebut juga berlaku bagi kaum wanita. Ibnu Arafah menambahkan, bahwa bagi wanita hukum menikah wajib apabila ia tidak mampu menafkahi dirinya sendiri sedangkan jalan satu-satunya untuk menanggulangi nafkah tersebut adalah menikah.

✓✓Adapun HUKUM MEMBUJANG
sebagai mana pertanyaan sail

Rincian Nya sebagai berikut:

Bismillah. Hukumnya tergantung pada sebab atau alasan mereka tidak menikah. Jika sebab/alasannya karena memang mereka sudah berjuang sekuat tenaga mencari jodoh kesana-kemari, dan dengan minta bantuan banyak orang untuk mencarikan dan menghubungkannya dengan calon pendamping hidup, namun belum juga mendapatkannya hingga ajal menjemput mereka, maka mereka tidak berdosa, dan bahkan mendapatkan pahala seperti orang yang menikah dengan niat mereka yang jujur dan sungguh-sungguh ingin mengamalkan sunnah Rasul shallallahu alaihi wasallam. Mereka tidak mendapatkan jodoh karena memang takdir Allah telah menetapkan demikian.

Demikian pula, mereka yang tidak sempat menikah hingga meninggal dunia dikarenakan tidak punya waktu untuk menikah, seperti sebagian ulama hadits yang hari-harinya habis untuk melakukan rihlah (perjalanan) dalam mencari hadits dan mengkaji ilmu, mereka berpindah-pindah dari 1 negeri ke negeri yang lain, sementara sarana transportasi pada zaman mereka tidak secanggih transportasi di zaman kita ini, maka orang-orang seperti mereka ini tidaklah berdosa karena tidak menikah hingga akhir hayat.
Demikian pula, tidak berdosa orang-orang yang tidak menikah hingga akhir hayat dikarenakan penyakit atau cacat permanen yang menimpa mereka, seperti tidak punya syahwat, atau tidak punya kelamin yang normal yang dengannya mampu melakukan jima’, seperti terkena penyakit impoten atau alat kelaminnya terputus akibat kecelakaan atau bawaan dari lahir, dsb.

Adapun orang-orang yang tidak menikah dengan alasan ingin bertaqorrub kepada Allah dengan perbuatannya membujang hingga akhir hayat padahal mereka punya kemampuan nafkah lahir dan nafkah batin, maka mereka berdosa, karena telah menyelisihi tuntunan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ : أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ سَرِيرَتِهِ فِي الْبَيْتِ ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ : لا أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ : لا آكُلُ اللَّحْمَ ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ : لا أَنَامُ عَلَى فِرَاشِي ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ : أَصُومُ وَلا أُفْطِرُ . قَالَ أَبُو دَاوُدَ : فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَامَ خَطِيبًا وَقَالَ : فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ : أَمَّا بَعْدُ ” مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا ، لَكِنِّي أَصُومُ ، وَأُفْطِرُ ، وَأَنَامُ ، وَأُصَلِّي ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ” (اللَّفْظُ لأَبِي دَاوُدَ)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa ia berkata: “Ada beberapa sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menanyakan kepada istri-istri Nabi shallallahu alaihi wasallam perihal ibadah beliau di rumah. Lalu sebagian mereka berkata; saya tidak akan menikah, sebagian lagi berkata; saya tidak akan makan daging, sebagian yang lain berkata; saya tidak akan tidur di atas kasur (tempat tidurku), dan sebagian yang lain berkata; saya akan terus berpuasa dan tidak berbuka.
Abu Daud (perowi dan pentakhrij hadits) berkata; Berita ini sampai kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam, hingga (Beliau Shallallahu alaihi wasallam) berdiri untuk berkhutbah seraya bersabda setelah memanjatkan puja-puji syukur kepada Allah: “Bagaimanakah keadaan suatu kaum yang mengatakan demikian dan demikian? Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan tidur, dan aku juga menikahi perempuan. Maka barangsiapa yang membenci sunnah (tuntunan) ku maka ia tidak termasuk golonganku.”

Dan disebutkan di dalam riwayat lain:

عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَت : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُهُمْ بِمَا يُطِيقُونَ ، فَيَقُولُونَ : إِنَّا لَسْنَا كَهَيْئَتِكَ ، قَدْ غَفَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ ، فَيَغْضَبُ حَتَّى يُرَى ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ ، قَالَ : ثُمَّ يَقُولُ : ” وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُكُمْ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَأَتْقَاكُمْ لَهُ قَلْبًا “

Dan disebutkan di dalam riwayat lain:
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam memerintahkan mereka dengan apa yang mereka mampui.” Sehingga mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami tidak seperti engkau. Sebab Allah ‘Azza WaJalla telah mengampuni dosa-dosa engkau yang telah lalu dan yang akan datang.”
Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam marah hingga terlihat dari raut wajahnya. Dia berkata; Kemudian beliau bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya saya adalah orang yang paling tahu tentang Allah dan paling bertakwa di antara kalian.” (HR. Imam Al-Bukhari no.5063 kitab an-Nikaah, Muslim no.1401 kitab an-Nikaah, an-Nasa-i no.3217 kitab an-Nikaah, n Ahmad no.23763).

Dan diriwayatkan dari Samuroh radhiyallahu anhu, ia berkata: (anna an-Nabiyya shallallahu alaihi wasallam naha ‘an at-tabattul) artinya: “Bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang dari membujang (dengan niat ibadah kepada Allah, pent).”

Jadi kesimpulannya, Laki-laki dan wanita yang tidak menikah hingga meninggal dunia, dianggap telah berbuat dosa atau tidak tergantung pada niat dan sebab (alasan)nya sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas.

NB.

Hukum tidak menikah ada kalanya di anjurkan bahkan mustahab (hukum sunnah(

Bagi org yg menginginkan menikah tetapi ia tdk mampu utk mahar dan nafkah.

Maka dalam keadaan tersebut tdk di anjurkan menikah bahkan disunnahkan utk tdk menikah.

Akan tetapi org tersebut hendak nya berpuasa utk mencegah nafsu nya.

Menjaga dan menundukan pandangan nya dr perbuatan maksiat.
Dan memperbanyak ibadah

Wallahu a'lam bish showab

Refrensi:

وواجب علي الذي يخشي الزنا • تزوج بكل حال امكنا
وزيد في النساء فقد المال • وليس منفق سوي الرجال
وفي ضياع واجب والنفقة • من الخبيث حرمة متفقة
لراغب اوراجي نليندب • وان به يضيع مالا يجب
ويكره ان به يضيع النفل • وليس فيه رغبة اونسل
وان انتفي ما يقتضي حكما مضي • جاز النكاح بالسوي المرتضي

👇👇👇👇👇👇👇👇

Fiqhul minhaji 17_19 juz 4 maktabah syamilah

Iabroh divinisi nikah dan hukum nikah

حُكم النِكَاحِ شَرْعُا

للنكاح أحكام متعددة، وليس حكماً واحداً، وذلك تبعاً للحالة التي يكون عليها الشخص، وإليك بيان ذلك:
١ـ مستحب:
وذلك إذا كان الشخص محتاجاً إلى الزواج: بمعنى أن نفسه تتوق إليه، وترغب فيه، وكان يملك مؤنته ونفقته، من مهر، ونفقة معيشة له ولزوجته، وهو في نفس الوقت لا يخشى على نفسه الوقوع في الفاحشة إن لم يتزوج.
ففي هذه الحالة يكون النكاح مستحبّاً، لما فيه من بقاء النَسْل وحفظ النسب، والاستعانة على قضاء المصالح.
ويستدل لذلك بحديث البخاري ومسلم: عن عبدالله بن مسعود - رضي الله عنه - قال: كنا مع النبي - صلى الله عليه وسلم - شباباً لا نجد شيئاً، فقال لنا رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: " يا معشر الشباب مَن استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغضّ للبصر وأحصن لفرج، ومَن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وِجاء " (١).
والزواج في هذه الحالة أفضل من التفرغ للعبادة، والانقطاع لها.
وعلى هذا يحمل توجيه الرسول - صلى الله عليه وسلم - لأولئك النفر من أصحابه الذين تعاهدوا على الانقطاع للعبادة، وترك الزواج.
روى مسلم (في النكاح، باب: استحباب لمن تاقت نفسه إليه ... ، رقم ١٤٠١) وغيره عن أنس - رضي الله عنه -: أن نفراً من أصحاب النبي - صلى الله عليه وسلم - سألوا أزواج النبي - صلى الله عليه وسلم - عن عمله في السرّ، فقال بعضهم: لا أتزوج النساء، وقال بعضهم: لا آكل اللحم، وقال بعضهم: لا أنام على فراش، فحمد الله وأثنى عليه، فقال: " ما بالُ أقوامٍ قالوا: كذا وكذا،

لكني أصلي وأنام، وأصوم وأفطر، وأتزوج النساءَ فم رغب عن سُنّتي فليسَ منّي ".
ومعنى " فمن رغب عن سُنتي فليس مني " أي من تركها إعراضاً عنها، غير معتقد لها على ما هي عليه.
والمرأة في هذا الحكم مثل الرجل، فإذا كانت محتاجة للزواج لصيانة نفسها، وحفظ دينها، وتحصيل نفقتها، استحبّ لها الزواج أيضاً.
٢ـ مستحب تركه (أي مكروه وفعله خلاف الأولى):
وذلك إذا كان محتاجاً للزواج، لكنه لا يملك أُهبة النكاح ونفقاته.
وعليه في هذه الحالة أن يعفّ ويستعين على ذلك بالعبادة والصوم، لأن الانشغال بالعبادة والصوم، يشغله عن التفكير في الزواج، واستشارة الرغبة فيه، ريثما يغنيه الله من فضله.
ودليل ذلك قوله تعالى: {وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ مِن فَضْلِه ِ} (النور: ٣٣).
ويُفهم هذا الحكم أيضاً من مفهوم قول النبي - صلى الله عليه وسلم -: " مَن استطاع منكم الباءة فليتزوج " فإنه إذا لم يملك الباءة كان ترك الزواج مستحّباً له.
٣ـ مكروه:
وذلك إذا كان غير محتاج إلى الزواج: كأن لا يجد الرغبة فيه، أما فطرة، أو لمرض، أو علّة، ولا يجد أُهبه له، وذلك لما فيه من التزام مالا يقدر على القيام به، لأن النكاح يترتب عليه المهر، والنفقة، وهو لا يقدر على ذلك، فيُكره النكاح له.
٤ـ الأفضل تركه:
وذلك إذا كان يجد الأُهبة، ولكنه ليس محتاجاً إلى النكاح، لأن نفسه لا تتوق إليه، وكان منشغلاً بالعبادة، أو منقطعاً لطلب العلم، فإن
التفرغ للعبادة وطلب العلم أفضل من النكاح في هذه الحالة، لأن النكاح ربما يشغله عن ذلك.
٥ـ الأفضل فعله:
فإذا كان ليس منشغلاً بالعبادة، ولا متفرغاً لطلب العلم، وهو يجد الأُهبة للنكاح، لكنه غير محتاج إليه، فالنكاح في هذه الحالة أفضل، حتى لا تقضي به البطالة والفراغ إلى الفواحش، وبالزواج يحصل له الاستعانة على قضاء المصالح، وإنجاب الذرية، وزيادة النسل.

👇👇👇👇👇👇👇👇

Ibaroh rincian hukum nikah dalam kitab al iqna' hal 399_ 400 juz 2 maktabah syamilah

كتاب النِّكَاح = هُوَ لُغَة الضَّم وَالْجمع وَمِنْه تناكحت الْأَشْجَار إِذا تمايلت لِأَن المُرَاد العقد وَالْوَطْء مُسْتَفَاد من خبر الصَّحِيحَيْنِ حَتَّى تَذُوقِي عُسَيْلَته وَيَذُوق عُسَيْلَتك وَعقد النِّكَاح لَازم من جِهَة الزَّوْجَة وَكَذَلِكَ من جِهَة الزَّوْج على الْأَصَح وَهل كل من الزَّوْجَيْنِ مَعْقُود عَلَيْهِ أَو الزَّوْجَة فَقَط وَجْهَان أوجههمَا الثَّانِي
وَهل هُوَ ملك أَو إِبَاحَة وَجْهَان أوجههمَا الثَّانِي أَيْضا
وَالْأَصْل فِي حلّه الْكتاب وَالسّنة وَإِجْمَاع الْأمة فَمن الْكتاب قَوْله تَعَالَى {وَأنْكحُوا الْأَيَامَى مِنْكُم} من السّنة قَوْله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم من أحب فِطْرَتِي فَليَسْتَنَّ بِسنتي وَمن سنتي النِّكَاح
وَزَاد المُصَنّف فِي التَّرْجَمَة (وَمَا يتَعَلَّق بِهِ من) بعض (الْأَحْكَام) كصحة وَفَسَاد (و) من (القضايا) الْآتِي ذكر بَعْضهَا فِي الْفُصُول الْآتِيَة
القَوْل فِي حكم النِّكَاح (وَالنِّكَاح) بِمَعْنى التَّزْوِيج (مُسْتَحبّ) لتائق لَهُ بتوقانه للْوَطْء إِن وجد أهبته من مهر وَكِسْوَة فصل التَّمْكِين وَنَفَقَة يَوْمه تحصينا
لدينِهِ سَوَاء أَكَانَ مشتغلا بِالْعبَادَة أم لَا فَإِن فقد أهبته فَتَركه أولى وَكسر إرشادا توقانه بِصَوْم لخَبر يَا معشر الشَّبَاب من اسْتَطَاعَ مِنْكُم الْبَاءَة فليتزوج فَإِنَّهُ أَغضّ لِلْبَصَرِ وَأحْصن لِلْفَرجِ وَمن لم يسْتَطع فَعَلَيهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وَجَاء أَي قَاطع لتوقانه والباءة بِالْمدِّ مُؤَن النِّكَاح فَإِن لم تنكسر بِالصَّوْمِ فَلَا يكسرهُ بالكافور وَنَحْوه بل يتَزَوَّج وَكره النِّكَاح لغير التائق لَهُ لعِلَّة أَو غَيرهَا إِن فقد أهبته أَو وجدهَا وَكَانَ بِهِ عِلّة كهرم وتعنين لانْتِفَاء حَاجته مَعَ الْتِزَام فَاقِد الأهبة مَا لَا يقدر عَلَيْهِ وخطر الْقيام بواجبه فِيمَا عداهُ وَإِن وجدهَا وَلَا عِلّة بِهِ فتخل لعبادة أفضل من النِّكَاح إِن كَانَ متعبدا اهتماما بهَا فَإِن لم يتعبد فَالنِّكَاح أفضل من تَركه لِئَلَّا تُفْضِي بِهِ البطالة إِلَى الْفَوَاحِش
وَيسْتَثْنى من إِطْلَاق المُصَنّف مَا لَو كَانَ فِي دَار الْحَرْب فَإِنَّهُ لَا يسْتَحبّ لَهُ النِّكَاح وَإِن اجْتمعت فِيهِ الشُّرُوط كَمَا نَص عَلَيْهِ الشَّافِعِي وَعلله بالخوف على وَلَده من الْكفْر والاسترقاق
تَنْبِيه نَص فِي الْأُم وَغَيرهَا على أَن الْمَرْأَة التائقة يسن لَهَا النِّكَاح وَفِي مَعْنَاهَا المحتاجة إِلَى النَّفَقَة والخائفة من اقتحام الفجرة
وَيُوَافِقهُ مَا فِي التَّنْبِيه من أَن من جَازَ لَهَا النِّكَاح إِن كَانَت محتاجة إِلَيْهِ اسْتحبَّ لَهَا النِّكَاح وَإِلَّا كره فَمَا قيل إِنَّه يسْتَحبّ لَهَا ذَلِك مُطلقًا مَرْدُود

👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇

Ghoyatul bayan 1 hal 246

كتاب النِّكَاح) =
هُوَ لُغَة الضَّم وَشرعا عقد يتَضَمَّن إِبَاحَة وَطْء بِلَفْظ إنكاح أَو تَزْوِيج أَو بترجمته وَهُوَ حَقِيقَة فِي العقد مجَاز فِي الْوَطْء وَالْأَصْل فِيهِ قبل الْإِجْمَاع آيَات كَقَوْلِه تَعَالَى {فانكحوا مَا طَابَ لكم من النِّسَاء} وأخبار كَخَبَر تناكحوا تكثروا وَخبر من أحب فِطْرَتِي فليستسن بِسنتي وَمن سنتي النِّكَاح رَوَاهُمَا الشَّافِعِي بلاغا وَالنِّكَاح لَازم وَلَو من جِهَة الزَّوْج (سنّ لمحتاج) أَي النِّكَاح بِأَن تتوق نَفسه إِلَى الْوَطْء وَلَو خَصيا (مطيق للأهب) بِأَن يجد مُؤنَة من مهر وَكِسْوَة فصل التَّمْكِين وَنَفَقَته يَوْم النِّكَاح وَسَوَاء أَكَانَ مشتغلا بِالْعبَادَة أم لَا تحصينا للدّين فَإِن فقد مُؤنَة سنّ لَهُ تَركه وَيكسر شَهْوَته بِالصَّوْمِ إرشادا فَإِن لم تنكسر بِهِ لم يكسرها بالكافور وَنَحْوه بل ينْكح وَأما غير الْمُحْتَاج إِلَيْهِ فَإِن فقد أهبته كره لَهُ وَسَوَاء أَكَانَ بِهِ عِلّة أم لَا وَكَذَا إِن وجدهَا وَبِه عِلّة كهرم أَو مرض دَائِم أَو تعنين وَإِن لم يكن بِهِ عِلّة لم يكره لَكِن تخليته لِلْعِبَادَةِ أفضل مِنْهُ وَإِن كَانَ متعبدا وَإِلَّا فَالنِّكَاح أفضل لَهُ من تَركه كي لَا تفضى إِلَيْهِ بِهِ البطالة إِلَى الْفَوَاحِش وَنَصّ فِي الْأُم وَغَيرهَا على أَن الْمَرْأَة التائقة ينْدب لَهَا النِّكَاح وَفِي مَعْنَاهَا المحتاجة إِلَى النَّفَقَة والخائفة من اقتحام الفجرة

والله اعلم بالصواب
diskusihukumfiqh212.blogspot.com
hikmahdhf.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar